Antara Adam Malik, JeKa dan Termehek-mehek

Adam Malik adalah agen CIA (Central Intellegent Agency). Begitu kata Tim Weiner dalam bukunya “Legacy of Ashes, the History of CIA”, yang dalam versi Bahasa Indonesia berjudul “Membongkar Kegagalan CIA”. Kalau Adam Malik bukan pahlawan nasional dan mantan wapres RI, barangkali reaksi orang tak seheboh sekarang. Salah seorang pejabat, sebut saja Pak JeKa langsung membantah isu itu. “..tak mungkin ia agen CIA,” sanggahnya seperti dikutip media nasional (24/11/08).  Katanya lagi, sebelum menjadi wakil presiden Adam telah memiliki banyak teman. Mungkin dia berteman dengan Diplomat Amerika yang bisa saja CIA. “Tapi pasti tidak seperti itu karena alasan pemikirian politik. Mana mungkin orang berubah jadi agen CIA, mana mungkin Amerika percaya. Jadi saya yakin tidak seperti itu.”

Komentar itu mengingatkan saya pada salah satu adegan reality show “Termehek-mehek” di Trans TV. Dalam tayangan yang bertema pencarian orang yang lama hilang itu, kru TV membantu seorang gadis ABG 16 tahun menemukan pacarnya yang sudah 3 bulan menghilang. Dalam proses pelacakan, mereka mendapatkan petunjuk yang mengindikasikan sang pacar sebenarnya sudah beranak-istri. Pertama sabahat si pacar, lalu rekan kerjanya. Namun si gadis ABG tak percaya. Setiap petunjuk dibantahnya dengan kalimat yang kurang lebih senada seirama dengan Pak Jeka: “Tak mungkin dia begitu”. Begitu terus reaksinya pada petunjuk berikutnya. Si Gadis ABG tetap bertahan pada kepercayaan butanya. Bahkan ketika akhirnya ia melihat dengan mata kepala sendiri, sang pacar di halaman rumahnya bersama istri dan anaknya. “Siapa tahu itu saudaranya…” teriaknya. Ia baru percaya setelah salah seorang kru TV (yang dipaksanya), membuktikan bahwa mereka istri dan anak pacarnya. 

Sebagai sesama anggota “Korps Profesi”, boleh-boleh saja Pak Jeka spontan membela Adam Malik. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang katanya menghargai pahlawannya, sudah sepantasnya juga kita membela Adam Malik. Bayangkan, orang nomor dua di Indonesia Raya jadi agen rahasia negara lain. Memata-matai bangsanya sendiri untuk kepentingan bangsa lain. Jika isu itu terbukti benar, tak terbayangkan malu dan kecewa kita; orang yang diangkat sebagai pahlawan ternyata pengkhianat. Emang kita bangsa apaan?

Dari isu yang sebenarnya tidak baru namun menghebohkan ini, kita dapat belajar mencerna segala sesuatu dengan akal sehat. Tidak hanya tuduhan kepada pahlawan nasional kita, namun juga terhadap orang yang kita kenal dekat. Tuduhan  itu baru dari satu pihak, sementara pihak tertuduh sudah meninggal dan tentu saja tidak bisa membela diri. Tentunya kita tidak bisa begitu saja mengatakan “tidak mungkin” lantas membela secara membabi buta tanpa bukti yang kuat. Pernyataan ala “Termehek-mehek” itu hanya membuat kita terlihat emosional dan tak memaksimalkan kemampuan berpikir yang dikaruniakan Sang Pencipta.

Lagipula kalau dipikir-pikir dengan logika awam saja, apa sih yang tidak mungkin di dunia ini. Adam Malik orang yang cerdas, berkualitas, saat itu punya musuh bersama yakni PKI dan punya posisi strategis. Tidak aneh kalau CIA merekrutnya. Kalaupun benar ia direkrut, bukan tidak mungkin itu bagian dari stateginya untuk melawan komunisme. Ingat posisi Batman dalam Dark Knights?

Usulan untuk menarik peredaran buku itu juga hanya akan membuat orang semakin tertarik isu itu dan buku itu tetap akan beredar dengan segala cara. Ide tak kalah ajaib adalah menghapus bagian yang membahas peran Adam Malik dalam operasi CIA. Please deh, hari gene…masih main sensor-sensoran…..enggak banget!

Daripada kita menjadi sepeti si gadis ABG di “Termehek-Mehek” maupun seperti Pak JeKa, kenapa kita tidak menerapkan saja azas praduga tak bersalah kepada Adam Malik. Soal pembuktian mana yang benar, serahkan saja pada pihak yang berwenang dengan perangkat-perangkat yang ada. Toh pemerintah sudah menegaskan tidak akan mencabut gelar kepahlawannya. Lagipula, apapun yang sebenarnya terjadi, semua sudah lewat dan tidak bisa diubah lagi.

One thought on “Antara Adam Malik, JeKa dan Termehek-mehek

  1. Dari jaman kejaman selalu saja ada individu yang menggunting dalam lipatan. Jaman Soekarno berkontrontasi dengan Malaysia, semua rakyat berdiri dibelakangnya, termasuk seorang ‘keparat’ yang bermuka yes-boss yang ambil jalan memutar dan merundingkan ‘jalan damai’ dengan caranya sendiri. Ketika Soekarno jatuh dengan bangganya ia menepuk dada sebagai pahlawan perdamaian..
    Setiap orang (pintar) punya pikirannya sendiri yang tak tertebak oleh siapapun. Malangnya, banyak orang2 besar sering jatuh dari tuntutan dedikasi dan integrasi yang seharusnya dipahami untuk diperjuangkan seutuhnya. Lebih malang lagi ketika kita tidak dapat mengubur semua kebusukannya dan baru tahu sesudah belangnya terbongkar tanpa dapat melakukan apa2. Kita cuma bisa memaki karena kebagian malu sebagai generasi beliau2 yang vested interest.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *