Background Check, Janganlah Menghambat Rezeki Kandidat

Background check ke mantan atasan langsung bisa jadi mimpi buruk buat kandidat saat proses recruitment. Ada yang karena hubungannya tidak baik dengan sang mantan atasan, ada juga yang dikhianati mantan atasan yang ternyata memberikan informasi negatif kepada recruiter. 

Beberapa waktu yang lalu saya membaca postingan salah satu member LinkedIn. Ia menceritakan bahwa mantan atasan langsungnya memberikan informasi negatif saat dikontak oleh recruiter dalam rangka background check. Hal serupa juga dialami seorang talent ready yang galau menghadapi background check karena hubungannya kurang baik dengan salah satu mantan atasan. Untungnya, mantan-mantan atasan lainnya bersedia memberikan referensi positif sesuai kinerjanya.

Pengalaman sejenis juga pernah saya alami beberapa tahun lalu, dimana saya memberikan nama dua mantan atasan dalam rangka background check. Saya menganggap hubungan saya baik dengan mereka berdua. Sebelumnya, saya juga sudah minta ijin, dan mereka bersedia memberikan dihubungi recruiter dan membantu memberikan referensi positif untuk saya. Namun ternyata salah satu di antara mereka memberikan keterangan negatif mengenai saya. Saya beruntung mengetahui hal itu dari recruiter yang memberikan sesi pertemuan untuk konfirmasi hasil background check.

Dalam kondisi normal, memang idealnya setiap karyawan harus membina hubungan baik dengan atasan. Tidak hanya dengan atasan, namun semua rekan kerja. Namun kehidupan dunia kantoran kadang tak semulus harapan. Mungkin Anda pernah melihat orang-orang yang sudah bekerja dengan baik, tapi justru tidak disukai atasannya. Ada yang terpaksa menyingkir atau disingkirkan karena konflik dengan atasannya, dan lebih parah lagi difitnah oleh atasannya. Di salah satu kasus, hubungan dengan mantan atasan yang tidak harmonis bahkan ditambah dengan hubungan yang kurang baik dengan HRD. Hal-hal di atas tentunya membuat background check semakin menyeramkan.

Seperti dikutip oleh The Balance Career, background check dilakukan oleh recruiter untuk mengonfirmasi kebenaran informasi yang diberikan oleh kandidat. Ini termasuk memeriksa aspek-aspek lain dari latar belakang kandidat, termasuk sejarah criminal. Mengenai background check ini, kita menyikapi dengan melihat dari sisi kandidat, recruiter, dan pihak yang diminta referensi. Satu hal yang perlu kita pertimbangkan soal background check adalah, bahwa setiap orang bisa saja ada di posisi sebagai kandidat, recruiter, maupun pihak yang diminta memberikan referensi. Saat ini mungkin kita berada di posisi kandidat, mungkin beberapa bulan kemudian di posisi pemberi referensi, dan tahun berikutnya di posisi recruiter. Siapa yang tahu. Karena itu kita perlu menimbangnya secara adil dan proporsional.

Sebagai kandidat, pertama kita musti menyadari bahwa proses background check ini memang satu proses yang tidak bisa dihindari meskipun kondisinya tidak ideal. Dalam arti kita hubungan kita kurang baik dengan mantan atasan, atau pihak yang diminta referensi oleh recruiter. Kedua, cobalah nego agar bisa memberikan nama orang lain yang benar-benar tahu kualitas pekerjaan kita. Bisa atasan dari atasan langsung, atau rekan kerja lain yang relevan. Ketiga, jika memang pemberi referensi memberikan informasi negatif, dan itu akhirnya membuat kita batal diterima kerja, lebih baik diikhlaskan saja. Berarti perusahaan itu bukan perusahaan yang baik untuk kita. Jangan lupa memaafkan si mantan atasan meski telah memberikan keterangan negatif mengenai kita dalam background check.

Kendati demikian, percayalah tidak semua perusahaan seperti itu. Masih ada kesempatan selagi kita berusaha. Seperti halnya pengalaman saya di atas, setelah pertemuan dengan recruiter dimana saya dikonfirmasikan mengenai hasil background check, saya tidak melanjutkan proses di posisi tersebut. Saya keburu diterima di posisi lain di perusahaan yang lebih ternama dengan gaji dan benefit jauh lebih baik.

Dari sisi recruiter, pada saat background check sebaiknya kandidat diberikan pilihan agar tidak harus memberikan nama mantan atasan langsung, namun orang yang benar-benar tahu dan bisa memberikan testimoni atas pekerjaan kandidat. Misalnya, rekan selevel maupun tidak selevel yang sering terlibat dalam suatu pekerjaan bersama, atau justru atasan dari atasan langsung. Hal ini karena bisa saja terjadi, ternyata bukan atasan langsung yang paling tahu kinerja bawahan. Bisa karena memang secara implementasi justru kandidat banyak berhubungan dengan bagian lain, atau karena posisi atasan langsung itu hanya secara strukturnya saja.

Sebaiknya para recruiter ingat, atasan adalah salah satu alasan mengapa karyawan meninggalkan perusahaan. Menurut James K. Harter, Ph.D., dari Gallup, setidaknya 75 persen alasan keluarnya karyawan disebabkan karena hal-hal yang dapat dipengaruhi oleh manajer.  Sehingga alangkah baiknya jika pihak yang dihubungi untuk background check kandidat tidak hanya mantan atasan langsung, namun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengan erat dengan kandidat. Di level tertentu misalnya, bisa terjadi bukan atasan langsung yang tahu bagaimana kinerja kandidat secara detil. Hal antara lain karena posisi tersebut yang paling tinggi di bidangnya sehingga pekerjaan sehari-hari dia yang paling tahu, ada juga posisi yang atasan langsungnya tidak menguasai pekerjaan kandidat, atau memang ada konflik antara kandidat dengan atasan langsung. Karena itu background check bisa bias jika dilakukan terhadap mantan atasan seperti itu.

Selain itu, tentunya para recruiter punya segudang cara untuk mengetahui kemampuan dan kecocokan kandidat dengan perusahaan, sehingga seharusnya background check bukan satu-satunya penyebab gugurnya sang kandidat dalam seleksi calon karyawan. Lagi pula, sebelum sampai ke background check, yang bersangkutan tentunya sudah melewati berbagai proses seleksi sebelumnya.

Dan terakhir, jika berada di posisi sebagai pihak yang diminta memberikan referensi, sebaiknya kita usahakan untuk membantu kandidat dalam proses background check, dengan memberikan penilaian yang positif namun tetap jujur. Jika ditanya mengenai kekurangan kandidat alias improvement area, jelaskan dengan bahasa yang positif. Tambahkan bagaimana upaya kandidat mengatasi kekurangan tersebut. Jika kita adalah atasannya, sampaikan apa upaya kita sebagai atasan untuk mengatasi kekurangan tersebut. Bagaimanapun, atasan berkontribusi dalam kekurangan atau kesalahan karyawan saat di bawah pimpinannya. Kalau saya pribadi selalu usahakan memberikan referensi positif jika diminta, baik mantan atasan, bawahan, maupun rekan kerja. Selama orang tersebut tidak berbuat kriminal, seperti mencuri atau menipu.

Sekali lagi, kita perlu menyikapi background check dengan adil, karena ada kemungkinan kita akan berada di ketiga posisi tersebut: sebagai kandidat saat kita melamar pekerjaan, sebagai recruiter saat kita menyeleksi calon karyawan, baik untuk perusahaan maupun saat kita punya perusahaan, atau sebagai pemberi referensi saat diminta oleh kandidat. Sebagai kandidat, berikan informasi yang benar, dan siapkan bukti-buktinya. Sebagai recruiter, olah dan cernalah setiap informasi dengan baik. Konfirmasikan informasi yang diperoleh kepada kandidat.  Dan terutama sebagai pemberi referensi, berikan keterangan yang positif dan jujur. Kalau tidak bisa kasih referensi positif dalam background check, lebih baik tolak dan meminta yang bersangkutan mencari orang lain, daripada mengatakan hal negatif dan membuat kita menghambat rezeki orang.

Referensi:

https://www.inc.com/marcel-schwantes/why-are-your-employees-quitting-a-study-says-it-comes-down-to-any-of-these-6-reasons.html

https://www.thebalancecareers.com/what-is-background-checking-1918065

https://glints.com/id/lowongan/background-check-karyawan-adalah/#.YYaFRGBBxPY

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *