Love and Hate Relationship Petugas Humas vs Petugas Budget* (Part 1)

Budget, adalah salah satu tantangan terberat yang pernah saya alami saat menjadi petugas humas. Mendapatkan tanda tangan lengkap di proposal sebagai tanda budget disetujui, adalah sebuah perjuangan tersendiri. Fase saat proposal direview para petugas budget, kami jalani dengan panas dingin dan galau berat.

Saya sangat tak paham apa maunya para petugas yang mengurusi budget perusahaan ini, dari level paling bawah hingga paling atas a.k.a direktur (keuangan!). Seringkali saya harus beradu argumen dengan sengitnya setiap kali mengajukan budget untuk suatu kegiatan pada para petugas budget ini.

“Mereka ini ngerti ga sih, kalau budget yang kita minta ini buat kepentingan perusahaan juga, “omel saya waktu itu. Bagi saya, para petugas budget ini terlalu fanatik menjalankan prinsip ekonomi. Hanya memikirkan bagaimana supaya keluar uang seminimal mungkin, tapi menuntut kami bisa menghasilkan hal-hal yang istimewa.

Coretan-coretan disertai komentar-komentar mereka di lembaran dokumen proposal budget kami, ibarat sembilu yang menyayat-nyayat hati. Argumen mereka, item-item yang dicoret itu bisa kami kerjakan sendiri menggunakan sumber daya internal perusahaan. Alias memberdayakan bakat dan minat karyawan. Efisiensi, alasan klasik para petugas budget ini sepanjang masa.

Kalau para petugas budget sudah merekomendasikan demikian, semua direktur biasanya akan mengamini. Kami tidak akan bisa melawan. Meski begitu, sampai di sini kami masih bisa menerima. Asal sumber dayanya cukup untuk memenuhi ekspektasi manajemen.

Maka tak heran, jika beberapa event terutama event internal, nyaris semua kebutuhannya dipenuhi dari MC, design poster atau backdrop, hingga penyanyi dan pemain musik. Bahkan jika perlu, fungsi event organizer pun bisa dikerjakan oleh karyawan sendiri. Kebetulan, banyak karyawan yang berbakat di bidang penyelenggaraan event. Dan para petugas budget pun bisa tersenyum dan tertidur nyenyak.

Namun pernah juga para petugas budget itu sungguh keterlaluan. Bayangkan, pengajuan biaya untuk penyusunan buku annual report dan sustainaibility report, di-challenge habis-habisan. Menurut mereka, yang-tidak-tega saya sebutkan namanya, banyak komponen budget yang bisa kami kerjakan sendiri, tanpa perlu bantuan konsultan/vendor.

“Kalian kan sudah biasa menulis. Jadi penulisan bisa internal kan, tinggal ngumpulin bahan dari divisi-divisi lain. Layout buku seharusnya bisa menggunakan sumber daya internal. Jadi kita keluarin biaya buat cetak doank, kan!“ begitu kata salah satu dari pejabat petugas budget.

Padahal, untuk pekerjaan ini, tidak ada sumber daya internal yang sanggup. Lebih kesal lagi, sikap itu menunjukkan para petugas budget ini  tidak sadar bahwa ratusan halaman annual report plus sustainability report itu tidak bisa dibuat sembarangan. Karena dampaknya pada bisa berujung pada kelangsungan hidup perusahaan.

Tidak mudah meyakinkan para petugas budget yang sangat powerful ini, tapi kami tetap harus berusaha…

(bersambung ke part 2)

*) berdasarkan pengalaman pribadi penulis, belum tentu terjadi pada orang lain

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *