Award: Bukti Prestasi atau Pencitraan Saja?

Beberapa hari ini media mainstream maupun media sosial lumayan gaduh memperbincangkan perusahaan X. Perusahaan  ternama yang konon terancam ditutup karena kinerjanya sangat parah. Padahal perusahaan ini dikenal sangat bagus pelayanannya dan menjadi idaman sebagai konsumen maupun sebagai tempat berkarir. Penyebab buruknya kondisi perusahaan ini, antara lain karena bisnisnya terdampak signifikan oleh pandemi, dan rongrongan korupsi sejak bertahun-tahun lalu.

Di tengah buruknya kondisi keuangannya, perusahaan ini tetap sadar betul akan pentingnya citra positif. Terlihat dengan banyaknya ajang penghargaan yang diikuti. Tahun ini saja, dia mendapatkan sejumlah penghargaan, antara lain sebuah award di bidang PR dan corporate branding dari sebuah lembaga dalam negeri, dan sejumlah kategori penghargaan dari lembaga luar negeri sebagai perusahaan terbaik di industrinya dari kategori yang umum hingga pelayanan untuk konsumen. Demikian contoh fakta di lapangan soal kesenjangan antara penghargaan dengan realita di level institusi.

Di level personal, hal serupa juga bisa terjadi. Bulan Februari lalu, publik dikejutkan dengan penangkapan seorang pejabat oleh KPK. Salah satunya karena fakta bahwa yang bersangkutan pernah menerima penghargaan anti korupsi di tahun 2017, di samping sederet penghargaan lain yang dia raih di sepanjang karirnya. Penghargaan anti korupsi yang diterima pejabat tersebut diberikan oleh penyelenggara penghargaan yang didirikan oleh orang-orang hebat.

Seperti diberitakan media, salah satu juri penghargaan tersebut mengaku menyesalkan penangkapan tersebut, sembari menegaskan bahwa proses pemilihannya sangat serius. Selain menerima masukan masyarakat, penelusuran rekam jejak juga dilakukan secara langsung ke lapangan. Tak urung Ketua KPK menanggapi bahwa korupsi disebabkan karena ada kekuasaan, ada kesempatan, ada keserakahan, ada kebutuhan. Ia juga mengatakan agar jangan berpikir bahwa setiap orang yang sudah terima penghargaan tidak akan korupsi.

Baik di level institusi maupun personal, penghargaan ternyata bisa tidak sejalan dengan kenyataan. Lalu untuk apa ada ajang penghargaan. Apa yang salah di sini?

Apa itu award

Anda tentu sering mendengar adanya berbagai award atau penghargaan di berbagai bidang. Award atau penghargaan adalah pemberian pengakuan kepada institusi maupun perorangan yang dinilai memiliki prestasi atau pencapaian di bidang tertentu. Penyelenggaraan award dilakukan oleh berbagai institusi, baik lembaga pemerintahan, media, lembaga riset, lembaga pendidikan, LSM, dan lain sebagainya.

Pelaksanaan award dilakukan berdasarkan partisipasi aktif maupun pasif dari peserta. Partisipasi aktif dimana peserta melalui serangkaian proses penilaian dan penjurian, biasanya peserta mendaftar dengan biaya pendaftaran senilai tertentu. Contohnya adalah Annual Report Award (ARA) yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan bekerjasama dengan sejumlah lembaga, dan Corporate Governance Perception Index (CGPI) yang diselenggarakan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) dan Majalah SWA.

Sedangkan partisipasi award secara pasif adalah penyelenggara sudah melakukan penilaian sebelumnya, lalu memberikan award kepada peserta. Penilaian dilakukan menggunakan data sekunder yang dipublikasikan peserta maupun dari riset yang dilakukan penyelenggara. Contohnya adalah Infobank Awards dan Investor Awards, award berdasarkan pemeringkatan kinerja keuangan dalam bidang industri keuangan yang dilakukan masing-masing oleh Majalah Infobank dan Majalah Investor.

Penghargaan tersebut, baik yang aktif maupun pasif bisa diberikan untuk institusi maupun perorangan. Penghargaan untuk institusi bisa diberikan untuk perusahaan atau lembaga, misalnya Top 10 Best Bank, Best Retail Company, dsbnya. Penghargaan untuk perorangan bisa diberikan kepada pejabat suatu institusi seperti Best CEO, Best CFO dan seterusnya.

Pemberian award baik aktif maupun pasif ini seringkali disertai dengan biaya pendaftaran atau penawaran sponsorship dalam nilai tertentu. Hal ini adalah hal biasa ditemukan dan wajar saja karena kegiatan tersebut pasti memerlukan biaya. Misalnya untuk operasional, riset dan analisis, serta melibatkan para ahli di bidangnya sebagai juri.

Manfaat Award

Banyak perusahaan mengikuti ajang award karena memandang adanya sejumlah manfaat, antara lain sebagai alat kampanye public relation, evaluasi eksternal bagi kinerja perusahaan dalam bidang tertentu, dan menjadi standar dalam key performance indikator (KPI).

  • Sebagai alat kampanye PR. Penghargaan atau award banyak dipakai sebagai salah satu alat dalam kampanye public relation baik bagi perorangan maupun institusi di mata publik. Perorangan atau institusi mengikuti berbagai ajang penghargaan agar dapat ditampilkan sebagai pengakuan dari pihak eksternal atas prestasi mereka di bidang tertentu, sebagai upaya membangun reputasi positif dan meningkatkan nilai tambah di mata para pemangku kepentingannya. Perusahaan-perusahaan menampilkan award yang diperoleh di berbagai kesempatan dan media seperti di website, company profile, brosur dan sebagainya.
  • Sebagai evaluasi eksternal bagi kinerja perusahaan dalam bidang tertentu. Kegiatan penyelenggaraan award yang benar dapat menjadi evaluasi dari pihak eksternal yang kredibel, jika dilaksanakan dengan baik dan benar. Misalnya ajang penghargaan di bidang GCG, atau pemeringkatan kinerja keuangan yang dilakukan berdasarkan data yang dipercaya keakuratannya, seperti data laporan keuangan yang sudah diaudit oleh akuntan publik.
  • Menjadi standar kualitas atau KPI. Penyelenggaraan award biasanya dilakukan secara rutin dapat menjadi standar bagi perusahaan maupun perorangan untuk menjaga kualitas kinerjanya yang tertuang dalam Key Performance Indikator (KPI). Misalnya jika di tahun 2021 sebuah perusahaan mendapatkan gelar call center terbaik peringkat 3 dengan skor 7,5 berdasarkan penilaian penyelenggara. Maka, di tahun 2022 standar minimum kualitas call center adalah mendapatkan award call center terbaik peringkat 3 atau skor 8,0 dari penyelenggara award yang sama.

Plus-Minus Award

Award merupakan hal yang positif dengan adanya manfaat-manfaat di atas, sepanjang dilakukan dengan cara yang baik dan benar, serta menggunakan metode yang dapat dipercaya. Sejumlah ajang penghargaan dari media terkemuka bahkan sudah melakukannya dengan membuat peringkat perusahaan terbaik berdasarkan analisis terhadap laporan keuangan sesuai industri masing-masing. Hal ini patut diapresiasi karena perlu kerja keras dan keahlian untuk dapat melakukan pemeringkatan atas ratusan laporan keuangan dalam satu ajang penghargaan. 

Yang menjadi masalah adalah ketika penerima penghargaan ternyata memiliki kondisi yang tidak sejalan dengan penghargaan yang diterima. Misalnya, perusahaan X di atas. Pencapaian penghargaan yang tidak sesuai dengan kenyataan tentunya patut menjadi bahan renungan semua pihak yang terkait. Kredibilitas penerima maupun penyelenggara award akan dipertanyakan oleh masyarakat, dan ujung-ujungnya akan berdampak pada reputasi masing-masing pihak.

Bagi korporasi yang harus menjalankan Tata Kelola Perusahaan yang Baik, terlebih yang berpredikat emiten dan/atau perusahaan publik, contoh-contoh di atas selayaknya membuat manajemen mengkaji kembali peran penghargaan sebagai bagian dari kampanye public relationnya. Pemilihan jenis dan kategori ajang penghargaan yang diikuti sebaiknya dipastikan sesuai dengan kondisi perusahaan dan atau perorangan yang dalam perusahaan tersebut.

Menyikapi award dengan proporsional

Meski ada award yang ternyata tidak sesuai harapan, kita tetap harus mampu melihat posisi dan manfaat award secara proporsional. Kita sebaiknya menerima kenyataan bahwa award adalah buatan manusia yang masih bisa meleset, baik karena kejadian di luar prediksi setelah award atau karena dasar penilaiannya memang tidak sesuai kenyataan. Kendati demikian, banyak award yang diselenggarakan dengan sungguh-sungguh dan bisa dipercaya penilaiannya.

Penyelenggara yang memberikan award untuk pejabat koruptor tentunya tidak menduga bahwa penerima penghargaan anti korupsi ternyata akan menjadi pelaku korupsi. Yang jelas pada saat award anti korupsi diberikan, sang penerima belum terindikasi melakukan korupsi apalagi ditangkap oleh KPK.

Sementara itu, terjadi di lapangan dimana award sebagai perusahaan terbaik diberikan kepada sebuah perusahaan yang sudah beberapa lama berkutat dengan masalah kinerja yang buruk, korupsi oleh manajemen, konflik dengan key stakeholder. Semua itu terekspos di media massa dengan terbuka. 

Award yang diterima perusahaan tersebut meliputi banyak kategori, seperti reputasi, pelayanan, dan perusahaan terbaik di industrinya. Jika kita adalah konsumen, mungkin tidak masalah dengan kinerja keuangan buruk asalkan pelayanannya masih bagus. Jadi penghargaan di bidang layanan terbaik masih sesuai dengan kenyataan. Lalu bagaimana dengan kreditur yang piutangnya belum dibayar? Juga para pemegang saham yang rugi karena harga saham perusahaan ini anjlok, bahkan perdagangannya di bursa efek dihentikan? Penghargaan sebagai perusahaan terbaik dan reputasi yang baik menjadi hal yang ironis bagi kreditur dan pemegang saham.

Di sini kita bisa melihat bahwa award bisa saja tidak sesuai kenyataan karena berbagai sebab. Penilaian award bisa jadi keliru karena analisis datanya salah, atau informasi yang diberikan peserta award memang tidak sesuai fakta.

Agar award tetap menjadi hal yang diperhitungkan, maka perlu ada upaya dan itikad baik dari penerima award maupun penyelenggara award. Manajemen perusahaan harus berani jujur dan mengambil sikap. Memilih tidak ikut atau menolak penawaran penghargaan jika tidak sesuai dengan kondisi sesungguhnya yang terjadi di perusahaan. Misalnya sebuah perusahaan yang mengikuti atau ditawari penghargaan kategori kinerja keuangan terbaik, sedangkan faktanya kinerja keuangan perusahaan sedang dalam kondisi merugi. Atau kategori terkait kecanggihan teknologi, sementara faktanya tidak demikian. Jika penghargaan diterima dengan dasar dari penilaian yang tidak sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan, maka sama saja dengan membohongi publik.

Di sisi penyelenggara penghargaan, mereka juga harus lebih mawas diri dan dapat menunjukkan penilaian penghargaan dilaksanakan dengan metode yang baik dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penyelenggara penghargaan juga harus mengantisipasi jika kelak penerima penghargaan ternyata tidak sesuai harapan seperti dalam kasus pejabat di atas. Antara lain dengan memiliki kebijakan pembatalan jika setelah diberikan penghargaan ternyata peserta tidak lagi memenuhi kualifikasi.

Peran peserta maupun penyelenggara sama-sama penting dalam menjaga kredibilitas award. Jika kedua pihak lalai, maka ajang penghargaan atau award akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Hal ini akan merugikan peserta maupun penyelenggara award yang jujur dengan penilaian maupun prestasinya. Dengan menjaga kredibilitas ajang penghargaan, maka reputasi penerima maupun penyelenggara akan terjaga dan penghargaan benar-benar akan menjadi bukti nyata prestasi dari pesertanya, bukan sekedar bisnis atau pencitraan semata.

Disclaimer:
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakili institusi manapun.