Kaget Gegara Pindah Profesi jadi PR

Menjadi newbie di dunia PR ternyata bikin kaget. Terlebih jika kita tidak punya pengalaman dan latar belakang pendidikan yang sesuai. Mengapa bisa begitu, dan bagaimana caranya survive sedangkan Anda tidak menguasai bidang PR?

Bertahun-tahun yang lalu, saya berpindah profesi dari wartawan menjadi public relation (PR) di sebuah bank swasta. Background pendidikan saya bukan bidang komunikasi atau hubungan masyarakat. Pengalaman sebagai wartawan desk ekonomi khususnya pasar modal saya pikir cukup untuk menjalani profesi sebagai PR, tepatnya fungsi media relation yang tugas utamanya membina hubungan dengan wartawan dari berbagai media di seluruh Indonesia.

Saya begitu pede karena saat itu sebagai wartawan bidang ekonomi, keuangan dan pasar modal, saya merasa sudah belajar cukup banyak. Saya sudah belajar menguasai berbagai topik dan isu dari bermacam jenis industri perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sudah bisa membaca laporan keuangan berbagai industri dan menulis berita tentang hal itu. Sudah yakin paham topik dan backgroundnya saat mewawancarai para narasumber yang mayoritas direksi emiten dan analis pasar modal. Hebat banget rasanya saat itu, sebagai anak muda yang baru beberapa tahun bekerja, saya dapat bergaul dengan orang-orang hebat dan membahas topik-topik yang begitu berat. .

Tapi ternyata tidak cukup. Jauh banget. Mungkin karena saat itu saya yang kurang gaul, sehingga kurang menggali informasi dari para praktisi PR. Hal-hal yang saya baru tahu setelah masuk ke dunia PR antara lain:

  • Banyak skill yang harus dipelajari dan dikuasai. Ternyata skill menulis, mencari informasi, mengolah data, dan komunikasi antar personal saja tidak cukup. Harus ditambah dengan skill lainnya seperti event management, presentasi, excel dan lain sebagainya. Di situ saya benar-benar sadar bahwa menjadi PR tidak cukup bermodal “penampilan menarik” seperti yang sering saya persepsikan sebelumnya. Bahkan ada saatnya seorang PR harus rela dianggap “nggak tahu apa-apa” saat ditanya isu tertentu olah wartawan, karena memang tidak atau belum saatnya isu tersebut dikeluarkan ke publik.
  • Pengenalan organisasi. Penting sekali mempelajari situasi di internal perusahaan. Salah satunya mengetahui siapa saja yang dapat membantu kita dalam memperlancar pekerjaan. Di antaranya adalah pihak yang punya otoritas tertinggi, pihak yang menjadi sumber data, dan mengelola budget.
  • Stamina mental. Menjadi seorang PR juga harus memiliki mental yang kuat. Salah satunya harus bisa bersabar. Dalam proses penulisan, sebagai wartawan saya cukup sekali menulis berita lalu melaporkan ke redaktur saya. Kalau ada yang kurang jelas beliau akan menanyakan ke saya. Satu-dua layer review selesai. Sementara di perusahaan, ada berlapis-lapis persetujuan yang harus dilalui. Dari atasan langsung hingga presiden direktur. Itu berlaku untuk semua tulisan. Mulai dari press release, fact sheet, jawaban wawancara, naskah pidato hingga tanya jawab presentasi untuk press conference.
  • Stamina fisik. Seorang PR juga harus sehat dan kuat secara fisik. Karena kita tidak hanya duduk di belakang meja, namun juga banyak bekerja di lapangan. Profesi PR juga memiliki scope yang sangat luas alias musti multitasking. Begadang adalah salah satu “skill” yang dikuasai seorang PR. Setelah berpindah profesi menjadi PR, saya baru tahu bahwa di balik sebuah event megah ada orang-orang yang begadang untuk menyiapkannya. Termasuk saya 😁. Adalah hal biasa jika kami harus begadang menjelang sebuah event, misalnya public expose atau RUPS Tahunan yang dilanjutkan dengan press conference. Paginya saat event berlangsung kami harus tampil seganteng atau secantik mungkin. Berat dan capek itu sudah pasti. Tapi setelah event selesai, rasanya puas banget, karena manajemen perusahaan saat itu sangat menghargai upaya kita dan selalu memberikan apresiasi.

Banyak sekali hal baru yang harus saya kuasai ternyata. Bisa jadi, di fase ini saya sedang mengalami Dunning-Kruger effect alias sok tahu dan sok pintar padahal pengetahuan dan pengalaman saya masih seujung kuku.

Saya hampir menyerah dan ingin kembali ke profesi lama. Namun di sisi lain, hal-hal baru ini justru memicu saya untuk terus maju. Pengalaman “gegar profesi” tersebut memberikan pelajaran sangat berharga untuk menjadi bekal dalam menjalani kehidupan selanjutnya. Dan ini berlaku tidak hanya di bidang PR, namun juga bidang-bidang lainnya. Lantas bagaimana kita bisa menjalani profesi di bidang baru tanpa latar belakang pengalaman dan pendidikan yang memadai?

Pertama, memiliki mentor yang tepat. Saat itu saya beruntung mendapatkan atasan yang menurut saya sangat menguasai bidangnya. Beliau membimbing dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari, baik yang strategis maupun teknis. Jika atasan saya waktu tidak paham detilnya, saya akan meminta bimbingan orang lain yang memiliki pengalaman di bidang yang sama.

Kedua, mencari cara belajar dengan cepat untuk menguasai bidang baru tersebut. Bisa melalui training, kursus, kuliah, buku atau dari sumber lainnya. Untungnya, saat ini di internet sekarang banyak sekali sumber informasi yang bisa kita dapatkan dengan mudah.

Ketiga, memiliki mindset yang benar mengenai pekerjaan tersebut. Antara lain dengan memberikan penilaian tidak hanya berdasarkan asumsi semata. Ada orang yang terlalu optimistis dengan menganggap suatu pekerjaan itu mudah, dan sebaliknya, ada yang pesimistis sehingga melabeli suatu hal terlalu sulit. Sebelum masuk ke bidang pekerjaan itu, saya pun berasumsi bahwa saya mampu hanya dengan skill yang sudah saya punya. Ternyata percaya diri dan optimistis saja tidak cukup, namun harus dibarengi dengan penilaian yang obyektif. Sehingga ketika memasuki bidang tersebut, kita tidak terkaget-kaget dan dapat mengantisipasi berbagai hal baru yang akan dihadapi.

Belajar dari pengalaman “pindah alam” dari wartawan ke PR ini, ternyata dunia PR itu nggak semudah yang dibayangkan. Banyak sekali hal yang harus diketahui dan dipelajari. Selain itu,  kita dapat menerima suatu posisi baru tanpa kita punya pengalaman dan pendidikan yang memadai sepanjang kita bisa melakukan setidaknya tiga hal di atas. Tidak perlu khawatir jika kita mendapatkan kesempatan untuk mencoba bidang yang baru. Selalu ada cara untuk bisa menjalaninya, asalkan kita tetap mau berusaha dan belajar. Salam sukses.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *